Al-Wadud, Yang Maha Mencintai



"Sesungguhnya Dialah yang menciptakan (makhluk) dari permulaan dan Dia (pula) yang menghidupkannya (kembali). Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Mencintai." (QS. Al-Buruj: 12–13)

Dalam Al-Qur’an, kata Al-Wadud digunakan dua kali, kedua-duanya merujuk pada sifat Allah, yaitu Yang Maha Menyintai. Bedanya, pada ayat yang disebutkan di atas merupakan sifat Allah, yang Dia sendiri yang menyifatiNya, sedangkan pada ayat yang berikut ini merupakan penyifatan Allah oleh Nabi Syu’aib ketika beliau mengajak umatnya untuk bertaubat.

Allah berfirman: “Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepadaNya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Menyintai.” (QS. Huud: 90).

Menurut kaidah bahasa, Al-Wadud berasal dari rangkaian huruf “waw” dan “dal” berganda, sedang arti dasarnya adalah “cinta” dan “harapan.” Para mufassirin mengatakan bahwa kata itu dapat dipahami dari sisi “subyek,” yang menyintai dan mengasihi, juga dapat dipahami dari sisi “obyek,” yang dicintai dan dikasihi. Dengan demikian, maka Allah adalah Dzat Yang menyintai makhluqNya sekaligus dicintai oleh mereka.

Fahrudin Ar-Razi menambahkan arti yang ketiga, yaitu “menanamkan cinta.” Dia-lah Allah yang menanamkan cinta pada hati manusia sehingga mereka dapat menyintai sesamanya dan menyintai makhluk lainnya. Perndapat ini diperkuat dengan firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak (Allah) Yang Maha Pengasih akan menanamkan rasa cinta (dalam hati mereka)”. (Maryam: 96).

Sebenarnya, kecintaan Allah kepada manusia tak diragukan lagi. Bagi orang-orang yang mau berpikir, mereka akan segera memahami betapa Allah menyintai mereka melalui penyiptaan langit, bumi, dan segala isinya. Tak sekadar itu, Allah juga telah menundukkan keduanya untuk memenuhi hajat hidup manusia. Bahkan kalau mau merenungkan sejenak, sesungguhnya penyiptaan manusia itu sendiri sudah merupakan bukti cinta-Nya kepada manusia. Dialah yang menghidupkan, menyiapkan sarana dan prasarana kehidupan, memberi kesehatan, kenikmatan, sukses, dan kebahagiaan. Lalu Dia juga menjanjikan surga bagi orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan.

Jika Allah telah membuktikan cinta-Nya kepada kita, lalu apa bukti cinta kita kepada-Nya? Ketika Al-Junaid ditanya tentang siapa yang disebut orang-orang yang menyintai Allah, ia menjawab: “Ia adalah yang tidak menoleh kepada dirinya lagi, selalu dalam hubungan intim dengan Tuhan melalui dzikir, senantiasa menunaikan hak-hakNya, memandang kepada-Nya dengan mata hati, bahkan terbakar hatinya oleh sinar hakekat Ilahi.

Sang pecinta meneguk minum dari gelas cinta kasihNya, tabir pun terbuka baginya sehingga sang Maha Kuasa muncul dari tirai-tirai ghaibNya. Maka tatkala sang pecinta berbisik dengan Allah, tatkala berbicara demi Allah, tatkala bergerak atas perintah Allah, tatkala diam bersama Allah. Ia, sungguh selalu “dengan”, “demi”, dan “bersama” Allah.

Sesungguhnya Allah swt telah menyiapkan sarana bagi manusia yang telah menyintaiNya untuk melampiaskan rasa rindunya untuk bertemu denganNya. Setiap hari kita diberi kesempatan untuk menemuiNya minimal lima kali dalam solat-solat fardhu, bahkan telah disediakan pula solat-solat sunah. Masih ada waktu istimewa yang disediakan khusus bagi para pecinta, yaitu pertemuan malam hari melalui solat lail atau solat tahajud. “Dan pada sebagian malam hari bersolat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (QS. Al-Israa: 79).

Ya, bila kita ingin dicintai Allah, tiada jalan bagi kita kecuali aktif menemuiNya, berusaha mendekatiNya, bermesraan denganNya, dan menjalin hubungan intim denganNya. Bila kita sudah berusaha sungguh-sungguh bertaqarrub dan berupaya menyintaiNya, maka Allah akan mengulurkan cintaNya.

Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang menyintai pertemuan dengan Allah, maka Allah pun mencintai pertemuan dengannya. Barangsiapa yang membenci pertemuan dengan Allah, maka Allah pun membenci pertemuan dengannya”. (HR. Bukhari)

Saatnya kita buktikan cinta kepada Yang Menyintai kita. (Hamim Thohari/esq-news.com)

* Disadur dari Majalah Nebula (eks ESQ Magazine) Edisi 10/Tahun IV/September 2008

No comments:

Post a Comment

ISLAMIC MEDITATION EBOOK