Menjaga Anak dari Bahaya ‘Ain


Penulis: Ummu Ziyad

Muroja’ah: Ust. Subhan Khadafi, Lc.

Kenikmatan adalah hal yang didambakan setiap orang. Dan setiap kenikmatan juga dapat sekaligus menjadi ujian bagi seseorang. Salah satu kenikmatan yang dikaruniakan oleh Allah bagi sepasang insan adalah hadirnya sang buah hati dalam kehidupan. Ketika telah lahir, maka fisiknya yang lucu mengundang orang untuk memandang, memanjakan, menyentuhnya. Dan ketika tumbuh beranjak menjadi sosok kanak-kanak, tetap tingkah lakunya banyak mengundang perhatian orang.
Dengan sebab ini, maka perlulah kita ketahui sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,“Setiap yang memiliki kenikmatan pasti ada yang iri (dengki).” (Shahihul Jami’ 223. Lihat majalah Al Furqon). Perlu menjadi perhatian bagi orang tua bahwa dalam syari’at Islam telah dijelaskan adanya bahaya ‘ain (pandangan mata) terutama bagi anak-anak. Pandangan mata yang berbahaya ini dapat muncul dengan sebab kedengkian orang yang memandang atau karena kekaguman.
Bahaya ‘Ain
Ibnu Qoyyim rohimahullah dalam kitab Tafsir Surat Muawwadzatain berkata, “Bahaya dari pandangan mata dapat terjadi ketika seseorang yang berhadapan langsung dengan sasarannya. Sasaran tukang pandang terkadang bisa mengenai sesuatu yang tidak patut didengki, seperti benda, hewan, tanaman, dan harta. Dan terkadang pandangan matanya dapat mengenai sasaran hanya dengan pandangan yang tajam dan pandangan kekaguman.” Pengaruh dari bahaya pandangan mata pun hampir mengenai Rasulullahshollallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana firman-Nya,
وَإِن يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَمَجْنُونٌ
“Sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar al Qur’an dan mereka mengatakan ‘Sesungguhnya dia (Muhammad) benar-benar gila.” (Al Qalam [68]: 51)
Terdapat pula hadits dari Ibnu Abbas bahwasanya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
العين حقُُّ ولو كان شيء سابق القدر لسبقته العين
“Pengaruh ‘ain itu benar-benar ada, seandainya ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, ‘ainlah yang dapat melakukannya.” (HR. Muslim)
Subhanallah, lihatlah bagaimana bahaya ‘ain telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan As Sunnah. Dan terdapat pula contoh-contoh pengaruh buruk ‘ain yang terjadi pada masa sahabat. Salah satunya adalah yang terjadi ada Sahl bin Hunaif yang terkena ‘ain bukan karena rasa dengki namun karena rasa takjub. Sebagaimana dalam hadits,
Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif menyebutkan bahwa Amir bin Rabi’ah pernah melihat Sahl bin Hunaif mandi lalu berkatalah Amir, “Demi Allah, Aku tidak pernah melihat (pemandangan) seperti hari ini, dan tidak pernah kulihat kulit yang tersimpan sebagus ini.” Berkata Abu Umamamh, “Maka terpelantinglah Sahl.” Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi Amir. Dengan marah beliau berkata, “Atas dasar apa kalian mau membunuh saudaranya? Mengapa engkau tidak memohonkan keberkahan (kepada yang kau lihat)? Mandilah untuknya!” Maksudnya Nabi menyuruh Amir berwudhu kemudian diambil bekas air wudhunya untuk disiramkan kepada Sahl dan ini adalah salah satu cara pengobatan orang yang tertimpa ‘ain bila diketahui pelaku ‘ain tersebut (*). Maka Amir mandi dengan menggunakan satu wadah air. Dia mencuci wajah, kedua tangan, kedua siku, kedua lutut, ujung-ujung kakinya dan bagian dalam sarungnya. Kemudian air bekas mandinya itu dituangkan kepada Sahl, lantas dia sadar dan berlalulah bersama manusia.” (HR. Malik dalam al Muwaththa 2/938, Ibnu Majah 3509, dishahihkan oleh Ibnu Hibban 1424. sanadnya shahih, para perawinya terpercaya, lihat Zaadul Ma’adtahqiq Syu’aib al Arnauth dan Abdul Qadir al Arnauth 4/150 cet tahun 1424 H. Lihat majalah Al Furqon).
(*) Kata mandi yang ada di sini maksudnya adalah berwudhu sebagaimana disebutkan Imam Malik dalam kitab Al MuwatthoWallahu a’lam.
Tanda-Tanda Terkena ‘Ain
Tanda-tanda anak yang terkena ‘ain di antaranya adalah menangis secara tidak wajar (bukan karena lapar, sakit atau mengompol), kejang-kejang tanpa sebab yang jelas, tidak mau menyusu pada ibunya tanpa sebab, atau kondisi tubuh sang anak kurus kering dan tanda-tanda yang tidak wajar lainnya.
Sebagaimana dalam hadits dari Amrah dari ‘Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata, “Pada suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk rumah. Tiba-tiba beliau mendengar anak kecil menangis, lalu Beliau berkata,
ما لِصبيِّكم هذا يبكي قهلاََ استرقيتم له من العين
“Kenapa anak kecilmu ini menangis? Tidakkah kamu mencari orang yang bisa mengobati dia dari penyakit ‘ain?” (HR. Ahmad, Baqi Musnadil Anshar. 33304).
Begitu pula hadits Jabir radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamberkata kepada Asma’ binti Umais, “Mengapa aku lihat badan anak-anak saudaraku ini kurus kering? Apakah mereka kelaparan?” Asma menjawab, “Tidak, akan tetapi mereka tertimpa ‘ain”. Beliau berkata, “Kalau begitu bacakan ruqyah bagi mereka!” (HR. Muslim, Ahmad dan Baihaqi)
Berlindung dari Bahaya ‘Ain
Sesungguhnya syari’at Islam adalah sempurna. Setiap hal yang mendatangkan bahaya bagi umatnya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu telah menjelaskan tentang perkara tersebut dan cara-cara mengantisipasinya. Begitu pula dengan bahaya ‘ain ini.
1. Bagi Seseorang yang Memungkinkan Memberi Pengaruh ‘Ain
Berdasarkan hadits Abu Umamah di atas maka hendaknya seseorang yang mengagumi sesuatu dari saudaranya maka yang baik adalah mendoakan keberkahan baginya. Dan berdasarkan surat Al Kahfi ayat 39, maka ketika takjub akan sesuatu kita juga dapat mengucapkan doa:
مَا شَآءَ اللهُ لاَ قُوَّةَ إلاَّ بِا للهِ
Artinya:
“Sungguh atas kehendak Allah-lah semua ini terwujud.”
2. Bagi yang Memungkinkan Terkena ‘Ain
Sesungguhnya ‘ain terjadi karena ada pandangan. Maka hendaknya orang tua tidak berlebihan dalam membanggakan anaknya karena dapat menimbulkan dengki ataupun kekaguman pada yang mendengar dan kemudian memandang sang anak. Adapun jika memang kenikmatan itu adalah sesuatu yang memang telah nampak baik dari kepintaran sang anak, fisiknya yang masya Allah, maka hendaknya orang tua mendoakan dengan doa-doa, dzikir dan ta’awudz yang telah diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya adalah surat muawadzatain (surat Annas dan al-Falaq). Ada pula do’a yang biasa diucapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta perlindungan untuk Hasan dan Husain, yaitu:
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانِِ وَ هَامَّةِِ وَ مِنْ كُلِّ عَيْنِِ لامَّةِِ
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang telah sempurna dari godaan setan, binatang beracung dan dari pengaruh ‘ain yang buruk.” (HR. Bukhari dalam kitabAhaditsul Anbiya’: 3120)
Atau dengan doa,
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَِ
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang telah sempurna dari kejahatan makhluk-Nya.” (HR. Muslim 6818).
Kemudian, terdapat pula do’a yang dibacakan oleh malaikat Jibril alaihissalam ketika Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat gangguan setan, yaitu:
بِسْمِ اللهِ أرْقِيكَ مِنْ كُلِّ شَيْءِِ يُؤْذِيْكََ مِن شَرِّ كُلِّ نَفْسِِ وَ عَيْنِ حَاسِدِِ اللهُ يَشْفِيكَ
“Dengan menyebut nama Allah, aku membacakan ruqyah untukmu dari segala sesuatu yang menganggumu dari kejahatan setiap jiwa dan pengaruh ‘ain. Semoga Allah menyembuhkanmu.”
Dan terdapat do’a-do’a lain yang dapat dibacakan kepada sang anak untuk menjaganya dari bahaya ‘ain ataupun menyembuhkannya ketika telah terkena ‘ain. (lihat Hisnul Muslimoleh DR. Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthani atau Ad Du’a min Al Kitab wa As Sunnah yang telah diterjemahkan dengan judul Doa-doa Dan Ruqyah dari Al-Qur’an dan Sunnah oleh DR. Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthani)
Kesalahan-Kesalahan Dalam Penjagaan dari Bahaya ‘Ain atau Sejenisnya
Memang bayi sangat rentan baik dari bahaya ‘ain ataupun gangguan setan lainnya. Terdapat beberapa kesalahan yang biasa terjadi dalam menjaga anak dari gangguan tersebut karena tidak berdasarkan pada nash syari’at. Diantara kesalahan-kesalahan tersebut adalah:
  1. Menaruh gunting di bawah bantal sang bayi dengan keyakinan itu akan menjaganya. Sungguh ini termasuk kesyirikan karena menggantungkan sesuatu pada yang tidak dapat memberi manfaat atau menolak bahaya.
  2. Mengalungkan anak dengan ajimat, mantra dan sebagainya. Ini juga termasuk perbuatan syirik dan hanya akan melemahkan sang anak dan orang tua karena berlindung pada sesuatu selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Perlulah kita selalu mengingat, bahwa sekalipun kita mengetahui bahaya ‘ain memiliki pengaruh sangat besar dan berbahaya, namun tidaklah semua dapat terjadi kecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan kita sebagai orang Islam tidaklah berlebihan dalam segala sesuatu. Termasuk dalam masalah ‘ain ini, maka seseorang tidak boleh berlebihan dengan menganggap semua kejadian buruk berasal dari ‘ain, dan juga tidak boleh seseorang menganggap remeh dengan tidak mempercayai adanya pengaruh ‘ain sama sekali dengan menganggapnya tidak masuk akal. Ini termasuk pengingkaran terhadap hadits-hadits shahih Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Sikap yang terbaik bagi seorang muslim adalah berada di pertengahan, yaitu mempercayai pengaruh buruk ‘ain dengan tidak berlebihan sesuai dengan apa yang dikhabarkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam.
(http://muslimah.or.ir)

Pentingnya Shalat


Oleh: Drs. Saifuddin, M.Ag.

Salah satu ibadah yang sangat penting di dalam Islam, yang diwajibkan oleh Allah kepada setiap mukmin adalah shalat. Allah berfirman,

maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa’: 103)

Dari Ibnu Umar,  Rasulullah bersabda,

“Islam dibangun di atas lima (prinsip) kesaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji (ke Baitullah) dan puasa di bulan Ramadhan.” (HR Bukhari).

Bahkan saking pentingnya urusan shalat ini, sehingga shalat adalah salah satu perkara yang diingat dan diwasiatkan terakhir kali oleh Rasulullah kepada umatnya, sebelum beliau wafat. Beliau sebelum wafat mewasiatkan dengan sabdanya,

(Jagalah) shalat…. (jagalah) shalat …. Dan (berikan hak-hak) budak yang menjadi milik anda”. Tetapi sayangmya, banyak umat Islam yang meremehkan urusan shalat ini. Banyak kita saksikan, ketika dalam perjalanan jarak jauh, baik dengan kereta api maupun bis umum, banyak umat Islam yang tidak shalat. Demikian pula ketika waktu shalat jum’at, umat Islam, baik yang kerja di pabrik maupun di kantor-kantor, banyak ‘yang tidak melaksanakan shalat Jum’at. Padahal shalat adalah perkara yang sangat agung dalam pandangan Allah dan Rasul-Nya.

Banyak dalil dan bukti yang menegaskan bahwa shalat adalah ibadah yang sangat penting dan agung, di antaranya:

Pertama, karena shalat adalah ibadah yang perintahnya langsung diterima oleh Nabi Muhammad dari Allah, tanpa perantaraan malaikat Jibril. Dalam peristiwa yang dikenal dengan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad menerima perintah shalat langsung dari Allah. Pada awalnya perintah shalat itu adalah 50 kali sehari. Tetapi dengan kasih sayang Allah, karena mengetahui lemahnya umat ini, Allah mengurangi perintah shalat itu menjadi 5 kali sehari. Tetapi nilainya sama dengan 50 kali sehari.

Apabila bukan karena sangat khususnya ibadah shalat dalam pandangan Allah Ta’ala, tentu perintah shalat itu akan diwahyukan Allah melalui malaikat Jibril, sebagaimana perintah-perintah ibadah yang lain. Ini menunjukkan bahwa shalat adalah ibadah yang sangat agung dan sangat penting.

Kedua, shalat adalah ibadah yang penting dan agung karena shalat adalah ibadah yang tidak bisa ditinggalkan dalam keadaan apapun dan dengan alasan apapun, juga tidak bisa diqadha (diganti) pada waktu yang lain. Orang hanya boleh berhenti shalat, ketika ia sudah dishalati, alias sudah mati.

Karena itu, orang yang sakit dan tidak bisa berdiri, la boleh shalat dengan duduk. apabila tidak bisa duduk, maka dia boleh shalat dengan berbaring. Bila tidak bisa shalat dengan berbaring, maka la boleh shalat dengan isyarat.

Kalau seseorang tidak boleh kena air, maka ia boleh mengganti wudhunya dengan tayammum. Bila tidak bisa tayammum sendiri, maka ia boleh ditayammumi oleh orang lain.

Tidak seorang pun boleh meninggalkan shalat, kemudian menggantinya pada kesempatan lain, sesibuk apapun dan karena alasan apapun. Karena itu Aisyah ,berkata mengenai wanita haid :

“Kami diperintah untuk mengqadha’ puasa dan kami tidak di perintah mengqadha’ shalat.” (HR. Muslim)

Orang yang baru saja bersyahadat meskipun belum mengerti dan hafal doa-doa shalat, kalau dia sudah baligh maka dia tetap wajib melakukan shalat dengan apa saja yang la mampu dari doa dan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an. Selanjutnya, dia wajib belajar tentang shalat, sampai ia bisa shalat sesuai dengan yang dituntunkan oleh Rasulullah  Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Ibnu Hibban dari Abdullah bin rlbi Ilufa 4, la berkata, ” Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi dan berkata, ‘Saya tidak bisa menghafal sesuatu pun dan, al-Qur’an, maka ajarkanlah kepadaku sesuatu yang bisa menggugurkan (kewajiban shalat) saya,’ Maka Nabi bersabda, ‘Bacalah subhanallah, alhamadulillah, laa ilaaha illallaah, Allahu Akbar, laa  haula walaa quwwata illaa billaahil’ aliyyil azhim.’

Orang itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, (bacaan) ini adalah untuk Allah, maka mana bacaan untukku?’ Beliau menjawab, bacalah,

“Ya Allah, rahmatilah aku, berilah aku rizki, ampunilah aku dan berilah aku petunjuk (HR. Abu Daud)

Seandainya kewajiban shalat itu bisa ditawar dan ditunda, maka tentu Nabi akan memberikan alternatif agar orang tersebut belajar doa-doa shalat terlebih dahulu, sampai hafal, baru melakukan shalat. Tetapi hal itu tidak beliau  lakukan. Beliau  tetap menyuruh orang tersebut shalat, dengan doa yang mampu la baca. Ini menunjukkan, kewajiban shalat adalah kewajiban yang tidak bisa ditunda, tidak bisa diakhirkan, apalagi ditinggalkan. la adalah kewajiban sepanjang hasrat masih dikandung badan, yakni bagi orang yang sudah baligh.

Ketiga, shalat adalah ibadah yang sangat penting dan agung karena shalat merupakan ikatan janji dan komitmen kita kepada Allah. Shalat adalah ibadah yang apabila ditinggalkan mempunyai konsekwensi dan sangsi yang sangat besar. Rasulullah , bersabda:

“Sesungguhnya janji antara kami dan mereka adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ibnu Majah).

Memang para ulama berselisih pendapat tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Dan tema masalah ini sangatlah panjang. Tetapi, semua ulama sepakat bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, sebagaimana disebutkan dalam hadis shahih tadi. Hanya saja, sebagian ulama berpendapat bahwa kafirnya itu adalah tidak sampai mengeluarkannya dari Islam, bila dia meninggalkan shalat karena malas, bukan karena tidak mengakui kewajiban shalat. Dan yang lainnya mengatakan, apapun alasannya ia adalah kafir, sehingga mengeluarkan­nya dari Islam. Tapi bila tidak melakukan shalat karena meyakini bahwa shalat tidaklah wajib, maka semua ulama sepakat la telah kafir yang menyebabkannya keluar dari Islam.

Keempat, shalat adalah ibadah yang sangat penting dan agung, sehingga semua Nabi dan Rasul diperintah Allah mendirikan shalat. Shalat adalah salah satu perintah pertama Nabi Musa dan Harun kepada kaumnya Bani Israel, setelah perintah beriman kepada Allah. (QS. Yunus: 87)

Nabi Ibrahim berdoa untuk diri dan keturunannya, agar menjadi orang-orang yang menjaga shalat:

“Ya tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim: 40)

Allah mewajibkan shalat kepada Nabi Ishak dan Nabi Ya’kub. Allah berfirman,

Dan Kami telah memberikan kepadanya (Ibrahim) Ishaq dan Ya`qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masing Kami jadikan orang-orang yang saleh. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah, (QS. Al-Anbiya’: 72-73)

Salah satu ibadah yang rutin dikerjakan Nabi Zakaria  adalah shalat, Allah berfirman:

“Kemudian malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri melakukan  shalat di mihrab.” (QS.Ali-Imran:39)


dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; (QS. Maryam: 31)

Dan masih banyak lagi ayat yang menunjukkan bahwa Allah mewajibkan shalat kepada para Nabi dan Rasul. I-Ial yang tentu menun­jukkan bahwa shalat adalah ibadah yang sangat penting dan agung, sehingga diperintahkan kepada semua Nabi dan Rasul.

Kelima, shalat adalah ibadah yang sangat penting dan agung karena baik buruknya shalat menjadi barometer baik buruknya amal yang lain. Rasulullah saw bersabda,

“Yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari Kiamat adalah shalat Jika shalatnya baik, maka baiklah seluruh amalnya. Jika shalatnya rusak, maka rusaklah seluruh amal ibadahnya.” (HR. Tirmidzi, hasan)

Artinya, apabila seseorang terbiasa meninggalkan shalat, yang berarti nilai shalatnya adalah rusak dan jelek. Maka, dengan demikian seluruh amalnya akan rusak dan jelek. Termasuk di dalamnya adalah, orang yang rajin shalat tetapi shalatnya tidak memenuhi syarat dan rukunnya sehingga batal dan tidak sah shalatnya. Maka orang ini amal­-amalnya yang lain juga akan rusak.

Sebaliknya, apabila nilai shalatnya balk, maka pasti akan balk seluruh amal perbuatannya. harena shalat yang baik dan diterima akan berfungsi sebagai kontrol dari berbagai perbuatan buruk dan maksiat. Allah berfirman:

“Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu bisa mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. ” (QS. 111-Ankabut: 45)

Karena itu, benarlah sabda Rasulullah saw yang menegaskan bahwa shalat adalah tiang segala perkara. Beliau  bersabda:

Adapun pokok segala perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan adapun puncaknya adalah jihad di jalan Allah.” (Hadis shahih, sesuai dengan Bukhari dan Muslim, tapi keduanya tidak mengeluarkannya).

Keenam, shalat adalah ibadah yang sangat penting dan agung karena shalat adalah mi’raj seorang mukminin kepada Allah. Shalat adalah kesempatan hamba menghadap kepada Allah secara langsung dengan segala jiwa dan raganya, untuk menyembah-Nya, untuk memohon pertolongan dan untuk dihindarkan dari bencana.

Shalat adalah munajat kepada Allah di dunia untuk kelak bisa berdekatan dengan-Nya di Akhirat. Saat shalat adalah saat dan keadaan terbaik dan terindah bagi manusia, karena ia sedang menghadap Tuhannya.

Karena itulah Nabi mengatakan kepada Bilal, “Wahai Bilal, hiburlah kami deqan shalat.” (HR. Ibnu Majah) Pada saat shalat kita dianjurkan untuk khusyu’ dan konsentrasi, sehingga seakan-akan kita melihat Allah. Nabi bersabda,

Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatNya. Jika engkau tidak dapat melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihatmu” (HR. Bukhari)

Karena itu, apabila kita ingin mengetahui kedudukan kita di sisi Allah, maka hendaknya kita melihat kedudukan shalat dalam diri kita, dan seberapa banyak bagian kita di dalamnya.

Apabila Ali bin Husen ra, berwudhu, maka wajahnya berubah pucat, beliau ditanya, “apa yang terjadi dengan anda pada saat wudhu?” Beliau menjawab, “Tahukah kalian, di hadapan siapakah aku hendak berdiri?”

Setelah kita mengetahui demikian pentingnya masalah shalat ini, maka kewajiban kita adalah untuk benar-benar menjaga shalat lima waktu, dalam sehari semalam. Jangan sampai sekalipun kita meninggalkan shalat, balk karena kesibukan atau karena kelelahan. Apabila di antara kita ada yang pernah meninggalkan shalat, maka hendaknya bertaubat kepada Allah, kemudian berjanji untuk menjaga shalat lima waktu. Mudah-mudahan dengan demikian, taubatnya diterima Allah.

Kita juga hendaknya selalu mengingatkan anggota keluarga kita tentang pentingnya masalah shalat ini, sehingga tidak seorang pun dari anggota keluarga kita yang meninggalkan shalat.   ,

Selain itu hendaknya kita kaum laki-laki, senantiasa melakukan shalat di masjid. Karena Nabi tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah di masjid kecuali karena sakit. Bahkan Nabi  tidak mengizinkan sahabat Abdullah Ibnu Ummi Maktum yang buta, untuk ‘ meninggalkan shalat berjamaah karena tidak ada yang menuntunnya ke masjid. Pernah suatu saat Nabi hendak membakar rumah mereka yang tidak berangkat berjamaah ke masjid. Semua itu menunjukkan betapa pentingnya urusan shalat berjamaah bagi kaum laki-laki. “Ya Tuhanku jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang. yang tetap mendirikan  shalat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim: 40).

http://lpid.ums.ac.id

Ilmu Shalat


Sahabat muslim yang di rahmati Allah SWT. Di dalam shalat banyak sekali perbedaan-perbedaan yang sering kali membuat kita bertannya-tanya. Tapi hal itu seharusnya tidak usah diperdebatkan, karena umat islam di dunia ini mengikuti 4 Imam besar yaitu Imam Hanafi, Imam Syafei, Imam Maliki, dan Imam Hambali, dan Ke empat Imam itu memiliki versi sendiri-sendiri tentang ilmu shalat, yang pasti tidak bertentang dengan syariat islam loh!…
Oh iya, hampir lupa. Hari ini saya ingin mengajak kepada sahabat muslim sekalian untuk memahami bacaan shalat tapi postinganartikel shalat hari ini yaitu bacaan shalat subuh, jadi artikel shalatkali  adalah bacaan shalat subuh… Yuk simak bersama artikel shalatdi bawah ini :
Allah Ta’ala berfirman:
وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
“Dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al-Isra`: 78)
Dari Jabir bin Samurah -radhiallahu anhu- dia berkata:
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي الْفَجْرِ بِق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca pada shalat shubuh, ‘Qaf wal Qur’an al-Majid’ (surah Qaf).” (HR. Muslim no. 458)
Dari Abu Barzah Al-Aslami -radhiallahu anhu- dia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْفَجْرِ مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى الْمِائَةِ آيَةً
“Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bisa membaca dalam shalat shubuh antara enam puluh hingga seratus ayat.” (HR. Al-Bukhari no. 508 dan Muslim no. 461)
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْجُمُعَةِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ الم تَنْزِيلُ السَّجْدَةَ وَهَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنْ الدَّهْرِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam shalat subuh membaca: “ALIF LAAM MIIM TANZIIL AS-Sajadah (Surah As-Sajadah), dan ‘HAL ATAA ‘ALAL INSAANI HIINUM MINAD DAHRI (Surah Al-Insaan).” (HR. Al-Bukhari no.  891 dan Muslim no. 879)
Dari seorang laki-laki dari Juhainah dia berkata:
أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الصُّبْحِ إِذَا زُلْزِلَتْ الْأَرْضُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ كِلْتَيْهِمَا
“Bahwa dia telah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca dalam shalat subuh: “IDZA ZULZILATIL-ARDHU ZILZALAHA,” pada kedua rakaatnya.” (HR. Abu Daud no. 816 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Sifatush Shalah hal. 110)
Penjelasan ringkas:
Di antara sunnah Nabi -alaihishshalatu wassalam- dalam shalat subuh adalah memanjangkan bacaan surah di dalamnya, hal itu karena dia adalah shalat yang disaksikan oleh para malaikat. Beliau terus-menerus melakukan hal tersebut, hanya saja terkadang beliau juga membaca surah pendek, misalnya mengulangi surah Az-Zalzalah pada kedua rakaat shalat subuh.
Demikian uraian artikel shalat tentang bacaan shalat subuh, semoga memberikan pelajaran yang bermanfaat bagi sahabat sekalian.. AMiin!!!
Sumber dari : al-atsariyyah(dot)com

Tata Cara Shalat Tarawih


Shalat tarawih adalah shalat malam yang dikerjakan hanya pada bulan Ramadhan (diluar bulan Ramadhan disebut shalat Tahajud), boleh dikerjakan sendiri atau berjama’ah. Waktu shalat tarawih ialah sesudah shalat Isya’ hingga waktu fajar.
Shalat Tarawih hukumnya adalah sunnah muakkad. Mengenai bilangan rakaatnya, Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki batasan jumlah raka’at tertentu. Shalat malam adalah shalat sunnah yang dianjurkan. Siapa saja boleh mengerjakan sedikit raka’at. Siapa yang mau juga boleh mengerjakan dengan jumlah raka’at yang banyak.” (At Tamhid, 21/70).
Sedangkan Rasulullah SAW bersabda : “Shalat malam adalah dua rakaat dua rakaat“. (HR. Bukhari no. 990 dan Muslim no. 749)
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Semua jumlah raka’at di atas (dengan 11, 23 raka’at (plus witir) atau lebih dari itu, -pen) boleh dilakukan. Melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dengan berbagai macam cara tadi itu sangat bagus. Dan memang lebih utama adalah melaksanakan shalat malam sesuai dengan kondisi para jama’ah. Kalau jama’ah kemungkinan senang dengan raka’at-raka’at yang panjang, maka lebih bagus melakukan shalat malam dengan 8 raka’at ditambah dengan witir 3 raka’at, sebagaimana hal ini dipraktekkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri di bulan Ramdhan dan bulan lainnya. Dalam kondisi seperti itu, demikianlah yang terbaik. Namun apabila para jama’ah tidak mampu melaksanakan raka’at-raka’at yang panjang, maka melaksanakan shalat malam dengan 20 raka’at itulah yang lebih utama. Seperti inilah yang banyak dipraktekkan oleh banyak ulama. Shalat malam dengan 20 raka’at adalah jalan pertengahan antara jumlah raka’at shalat malam yang sepuluh dan yang empat puluh.
Cara mengerjakan shalat Tarawih :
Shalat Tarawih ini dikerjakan seperti shalat biasa lainnya baik mengenai bacaannya maupun gerakan-gerakannya dan pada setiap dua rakaatnya ditutup dengan salam. Setelah selesai shalat Tarawih lalu diteruskan shalat Witir, sekurang-kurangnya satu rakaat tetapi pada umumnya dikerjakan tiga rakaat dengan dua salam atau satu salam.
Adapun surat yang dibaca sesudah Al-Fatihah pada tiap-tiap rakaat boleh surat apa saja yang dikehendaki, tetapi di utamakan pada setiap rakaat yang kedua sesudah membaca surat Al-Fatihah membaca surat Al-Ikhlash.
Bacaan niat shalat Tarawih :
Artinya :
“Aku niat Shalat Tarawih dua rakaat (jadi imam/ma’mum) karena Allah Ta’ala“
Manfaat dan Keutamaan Shalat Tarawih :
Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah SAW dan diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib yang dikutip dari kitab Durratun Nasihin, berikut ini adalah keutamaan dan hikmah shalat Tarawih :
Malam ke 01 : Siapa yang shalat Tarawih pada malam pertama dihapus dosa seorang Mu’min seperti ketika ia di lahirkan.
Malam ke 02 : Shalat Tarawih pada malam kedua di ampuni dosa dirinya dan kedua orang tuanya, jika keduanya Mu’min.
Malam ke 03 : Malaikat berseru dari ‘Arsy ” Telah diangkat amal dan dosanya yang telah lalu dan di ampuni oleh Allah SWT.
Malam ke 04 : Baginya mendapat pahala, seperti pahala membaca Kitab Taurat, Zabur, Injil dan AlQur-an.
Malam ke 05 : Allah SWT memberinya pahala seperti pahala Sholat di Masjidil Haram, Masjid Madinah dan Masjid Aqsho.
Malam ke 06 : Allah SWT memberinya pahala Thawaf di Baitul Makmur dan di mintakan ampun baginya oleh setiap batu benda.
Malam ke 07 : Seumpama pahala yang di peroleh nabi Musa A.S dan penolong dari kejahatan Fir’aun dan Hamman.
Malam ke 08 : Allah SWT memberikannya pahala seperti pahala apa yang diberikan kepada Nabi Ibrohim AS.
Malam ke 09 : Seumpama pahala Ibadah nabi Muhammad SAW.
Malam ke 10 : Allah SWT memberinya Rizki dan kebaikan di dunia dan akhirat.
Malam ke 11 : Apabila Ia meninggal dunia, seperti dilahirkan dari Ibunya.
Malam ke 12 : Ia datang pada hari kiamat kelak dengan wajah berseri-seri seperti bulan purnama.
Malam ke 13 : Ia datang pada hari kiamat, selamat dari kejahatan (kejelekan).
Malam ke 14 : Malaikat pada menyaksikan bahwa sesungguhnya orang tersebut telah Sholat Tarawih maka pada hari kiamat kelak Allah SWT tidak akan menghisabnya.
Malam ke 15 : Para malaikat bersholawat kepadanya dan menjaga di ‘Arsy dan kursi.
Malam ke 16 : Allah SWT mencatat baginya akan di bebaskan dari api neraka dan masuk surga.
Malam ke 17 : Diberikannya pahala seperti pahala para nabi.
Malam ke 18 : Satu Malaikat berseru : ” Hai Hamba Allah bahwasanya Allah SWT telah meridhoi kamu dan ke dua orang tuamu.
Malam ke 19 : Allah SWT akan mengangkat ke surga firdaus.
Malam ke 20 : Allah SWT memberikan pahala para Syuhada dan orang-orang Sholeh.
Malam ke 21 : Allah SWT membuatkan baginya sebuah istana di surga dari cahaya.
Malam ke 22 : Pada hari kiamat nanti, selamat dari kesulitan dan kesusahan.
Malam ke 23 : Allah SWT membangunkan baginya sebuah kota di surga. Malam ke 24 : Dua puluh empat (24) permintaanya di kabulkan oleh Allah SWT.
Malam ke 25 : Allah SWT mengangkatnya dari siksaan kubur.
Malam ke 26 : Allah SWT mengangkatnya baginya pahala empat puluh tahun (40 thn).
Malam ke 27 : Ia akan melewti jembatan Shirotul Mustaqim pada hari kiamat kelak seperti kilat menyambar.
Malam ke 28 : Allah SWT mengangkat baginya seribu (1000) derajat di surga.
Malam ke 29 : Allah SWT memberikan pahala seribu (1000) haji yang makbul.
Malam ke 30 : Allah SWT berfirman : Hai Hambaku, makanlah buah-buahan di dalam surga dan mandilah engkau dengan air Salsabil dan minumlah dari telaga kautsar, Aku tuhanmu dan engkau hamba-Ku.
Semoga dibulan puasa Ramadhan yang penuh berkah ini, kita bisa melaksanakan shalat Tarawih dengan sempurna sampai akhir ramadhan. Salam dan selamat membaca tata cara shalat Tarawih.

(http://www.azamku.com)

MANFAAT SHALAT SECARA MEDIS


Dr. Bahar Azwar, SpB-Onk, seorang dokter spesialis bedah-onkologi ( bedah tumor ) lulusan FK UI dalam bukunya “ Ketika Dokter Memaknai Sholat “ mampu menjabarkan makna gerakan sholat. Bagaimana sebenarnya manfaat sholat dan gerakan-gerakannya secara medis?

Selama ini sholat yang kita lakukan lima kali sehari, sebenarnya telah memberikan investasi kesehatan yang cukup besar bagi kehidupan kita. Mulai dari berwudlu ( bersuci ), gerakan sholat sampai dengan salam memiliki makna yang luar biasa hebatnya baik untuk kesehatan fisik, mental bahkan keseimbangan spiritual dan emosional. Tetapi sayang sedikit dari kita yang memahaminya. Berikut rangkaian dan manfaat kesehatan dari rukun Islam yang kedua ini.
Manfaat Wudlu Kulit merupakan organ yang terbesar tubuh kita yang fungsi utamanya membungkus tubuh serta melindungi tubuh dari berbagai ancaman kuman, racun, radiasi juga mengatur suhu tubuh, fungsi ekskresi ( tempat pembuangan zat-zat yang tak berguna melalui pori-pori ) dan media komunikasi antar sel syaraf untuk rangsang nyeri, panas, sentuhan secara tekanan.
Begitu besar fungsi kulit maka kestabilannya ditentukan oleh pH (derajat keasaman) dan kelembaban. Bersuci merupakan salah satu metode menjaga kestabilan tersebut khususnya kelembaban kulit. Kalu kulit sering kering akan sangat berbahaya bagi kesehatan kulit terutama mudah terinfeksi kuman.
Dengan bersuci berarti terjadinya proses peremajaan dan pencucian kulit, selaput lendir, dan juga lubang-lubang tubuh yang berhubungan dengan dunia luar (pori kulit, rongga mulut, hidung, telinga). Seperti kita ketahui kulit merupakan tempat berkembangnya banya kuman dan flora normal, diantaranya Staphylococcus epidermis, Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Mycobacterium sp (penyakit TBC kulit). Begitu juga dengan rongga hidung terdapat kuman Streptococcus pneumonia (penyakit pneumoni paru), Neisseria sp, Hemophilus sp.
Seorang ahli bedah diwajibkan membasuh kedua belah tangan setiap kali melakukan operasi sebagai proses sterilisasi dari kuman. Cara ini baru dikenal abad ke-20, padahal umat Islam sudah membudayakan sejak abad ke-14 yang lalu. Luar Biasa!!

Keutamaan Berkumur Berkumur-kumur dalam bersuci berarti membersihkan rongga mulut dari penularan penyakit. Sisa makanan sering mengendap atau tersangkut di antara sela gigi yang jika tidak dibersihkan ( dengan berkumur-kumur atau menggosok gigi) akhirnya akan menjadi mediasi pertumbuhan kuman. Dengan berkumur-kumur secara benar dan dilakukan lima kali sehari berarti tanpa kita sadari dapat mencegah dari infeksi gigi dan mulut.
Istinsyaq berarti menghirup air dengan lubang hidung, melalui rongga hidung sampai ke tenggorokan bagian hidung (nasofaring). Fungsinya untuk mensucikan selaput dan lendir hidung yang tercemar oleh udara kotor dan juga kuman.
Selama ini kita ketahui selaput dan lendir hidung merupakan basis pertahanan pertama pernapasan. Dengan istinsyaq mudah-mudahan kuman infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dapat dicegah.
Begitu pula dengan pembersihan telinga sampai dengan pensucian kaki beserta telapak kaki yang tak kalah pentingnya untuk mencegah berbagai infeksi cacing yang masih menjadi masalah terbesar di negara kita.

Manfaat Kesehatan Sholat Berdiri lurus adalah pelurusan tulang belakang, dan menjadi awal dari sebuah latihan pernapasan, pencernaan dan tulang. Takbir merupakan latihan awal pernapasan. Paru-paru adalah adlat pernapasan
Paru kita terlindung dalam rongga dada yang tersusun dari tulang iga yang melengkung dan tulang belakang yang mencembung. Susunan ini didukung oleh dua jenis otot yaitu yang menjauhkan lengan dari dada (abductor) dan mendekatkannya (adductor).
Takbir berarti kegiatan mengangkat lengan dan merenggangkannya, hingga rongga dada mengembang seperti halnya paru-paru. Dan mengangkat tangan berarti meregangnya otot-otot bahu hingga aliran darah yang membawa oksigen menjadi lancar.
Dengan ruku’, memperlancar aliran darah dan getah bening ke leher oleh karena sejajarnya letak bahu dengan leher. Aliran akan semakin lancar bila ruku’ dilakukan dengan benar yaitu meletakkan perut dan dada lebih tinggi daripada leher. Ruku’ juga mengempiskan pernapasan. Pelurusan tulang belakang pada saat ruku’ berarti mencegah terjadinya pengapuran. Selain itu, ruku’ adalah latihan kemih (buang air kecil) untuk mencegah keluhan prostat. Pelurusan tulang belakang akan mengempiskan ginjal. Sedangkan penekanan kandung kemih oleh tulang belakang dan tulang kemaluan akan melancarkan kemih.
Getah bening (limfe) fungsi utamanya adalah menyaring dan menumpas kuman penyakit yang berkeliaran di dalam darah.

Sujud Mencegah Wasir Sujud mengalirkan getah bening dari tungkai perut dan dada ke leher karena lebih tinggi. Dan meletakkan tangan sejajar dengan bahu ataupun telinga, memompa getah bening ketiak ke leher. Selain itu, sujud melancarkan peredaran darah hingga dapat mencegah wasir. Sujud dengan cepat tidak bermanfaat. Ia tidak mengalirkan getah bening dan tidak melatih tulang belakang dan otot. Tak heran kalau ada di sebagian sahabat Rasul menceritakan bahwa Rasulullah sering lama dalam bersujud.

Duduk di antara dua sujud dapat mengaktifkan kelenjar keringat karena bertemunya lipatan paha dan betis sehingga dapat mencegah terjadinya pengapuran. Pembuluh darah balik di atas pangkal kaki jadi tertekan sehingga darah akan memenuhi seluruh telapak kaki mulai dari mata kaki sehingga pembuluh darah di pangkal kaki mengembang. Gerakan ini menjaga supaya kaki dapat secara optimal menopang tubuh kita.

Gerakan salam yang merupakan penutup sholat, dengan memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri bermanfaat untuk menjaga kelenturan urat leher. Gerakan ini juga akan mempercepat aliran getah bening di leher ke jantung.

Manfaat Sholat Malam Malam hari biasanya dingin dan lembab. Kalau ditanya, paling enak tidur di waktu tersebut. Banyak lemak jenuh yang melapisi saraf kita hingga menjadi beku. Kalau tidak segera digerakkan, sistem pemanas tubuh tidak aktif, saraf menjadi kaku, bahkan kolesterol dan asam urat merubah menjadi pengapuran.
Tidur di kasur yang empuk akan menyebabkan urat syaraf yang mengatur tekanan ke bola mata tidak mendapat tekanan yang cukup untuk memulihkan posisi saraf mata kita.
Jadi sholat malam itu lebih baik daripada tidur. Kebanyakan tidur malah menjadi penyakit. Bukan lamanya masa tidur yang diperlukan oleh tubuh kita melainkan kualitas tidur. Dengan sholat malam, kita akan mengendalikan urat tidur kita.

Sholat Lebih Canggih dari Yoga “Apakah pendapatmu sekiranya terdapat sebuah sungai di hadapan pintu rumah salah seorang di antara kamu dan dia mandi di dalamnya setiap hari lima kali. Apakah masih terdapat kotoran pada badannya?”. Para sahabat menjawab : “Sudah pasti tidak terdapat sedikit pun kotoran pada badannya”. Lalu beliau bersabda : “Begitulah perumpamaan sholat lima waktu. Allah menghapus segala keselahan mereka”. (H.R Abu Hurairah r.a).

Jika manfaat gerakan sholat kita betul, maka sangat luar biasa manfaatnya dan lebih canggih daripada yoga. Sangat disayangkan tidak ada universitas yang berani atau sengaja mengembangkan teknik gerakan sholat ini secara ilmiah.

Belum lagi manajemen yang terkandung dalam bacaan sholat. Seperti doa iftitah yang berarti mission statement (dalam manajemen strategi). Sedangkan makna bacaan Alfatihah yang kita baca berulang sampai 17 kali adalah objective statement. Tujuan hidup mana yang lebih canggih dibandingkan tujuah hidup di jalan yang lurus, yaitu jalan yang penuh kebaikan seperti diperoleh para orang-orang shaleh seperti nabi dan rasul?

Dr. Gustafe le Bond mengatakan bahwa Islam merupakan agama yang paling sepadan dengan penemuan-penemuan ilmiah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan etika sains harus didukung dengan kekuatan iman. Semoga sholat kita makin terasa manfaatnya.

(http://ustadchandra.wordpress.com)

Manfaat Sholat dan Ibadah


Sebuah riset di Amerika yang diadakan Medical Center di salah satu universitas di sana ‘Pyok’ menegaskan, shalat dapat memberikan kekuatan terhadap tingkat kekebalan tubuh orang-orang yang rajin melaksanakannya melawan berbagai penyakit, salah satunya penyakit kanker.

Riset itu juga menegaskan, adanya manfaat rohani, jasmani dan akhlak yang besar bagi orang yang rajin shalat.

Riset itu mengungkapkan, tubuh orang-orang yang shalat jarang mengandung persentase tidak normal dari protein imun Antarlokin dibanding orang-orang yang tidak shalat. Itu adalah protein yang terkait dengan beragam jenis penyakit menua.

Para peneliti meyakini, ibadah dapat memperkuat tingkat kekebalan tubuh karena menyugesti seseorang untuk sabar, tahan terhadap berbagai cobaan dengan jiwa yang toleran dan ridha. Sekali pun cara kerja pengaruh hal ini masih belum begitu jelas bagi para ilmuan, akan tetapi cukup banyak bukti atas hal itu, yang sering disebut sebagai dominasi akal terhadap tubuh.

Bisa jadi melalui hormon-hormon alami yang dikirim otak ke dalam tubuh di mana orang-orang yang rajin shalat memiliki alat kekebalan tubuh yang lebih aktif daripada mereka yang tidak melakukannya. Demikian seperti dilansir situs ‘Laha’.

Profesor Mas’ud Shabri, anggota Persatuan Ulama Islam Internasional mengatakan, “Kita mengimani bahwa shalat memiliki banyak manfaat rohani, sosial, medis dan sebagainya akan tetapi semua ini masih masuk dalam lingkup ijtihad yang sebagian kalangan bisa benar, dan sebagian kalangan yang lain bisa salah.

Bila salah seorang, misalnya ada yang berkata, ‘Di antara manfaat shalat begini,’ kemudian ilmu sekarang ini menyingkap ketidakbenaran info ini, maka kesalahan itu dilimpahkan kepada orang yang mengatakan adanya manfaat tertentu itu, bukan pada shalat itu sendiri.!!??

Shabri menambahkan, “Sebelum segala sesuatunya, sikap yang pertama kali harus ditunjukkan adalah bahwa kita wajib menjadikan shalat sebagai suatu ibadah dulu. Kemudian setelah itu, boleh menyebutkan adanya manfaat atau tidak darinya.

Andaikata shalat tidak memiliki manfaat seperti itu selain ketaatan kepada Allah, maka itu sudah cukup bagi kita sebagai suatu kemuliaan berdiri di hadapan Allah swt dalam sehari lima waktu shalat fardhu. Bagi siapa saja yang ingin berdiri lebih lama lagi, maka pintu terbuka untuk itu. Ini sama sekali tidak mengurangi nilai shalat itu sendiri dari sisi-sisi non ibadah.

(http://new-littlesun.blogspot.com)


Cara Melakukan Meditasi Sederhana


Sebagai orang Indonesia atau warga Asia, kita sudah cukup lama mengenal meditasi. Tokoh-tokoh jagad persilatan di drama radio jaman dulu, juga cerita epik bersambung di surat kabar, seringkali melakukan meditasi untuk mendapat wangsit, wahyu atau sekedar untuk menenangkan diri. Bedanya, aktivitas meditasi pada kisah-kisah itu sering digambarkan dilakukan dalam waktu yang lama (bisa berbulan-bulan), dan di tempat tertentu yang khusus, seperti gua, sebuah batu di sungai dan semacamnya. Meditasi yang semacam ini dulu biasa disebut dengan bertapa.

Lalu, apakah bertapa hanya menjadi laku bagi orang-orang jaman dulu? Tentu tidak. Banyak orang modern melakukannya, apalagi karena banyak sekali manfaat yang ditimbulkannya (baca: Meditasi Menyehatkan dan Memperlambat Penuaan). Hanya saja, sekarang sebutan keren dari bertapa adalah meditasi (kata serapan dari ‘meditation’). Lakunya pun tidak serumit dan sesakral bertapa ala jaman dahulu, karena hampir bisa dilakukan di banyak tempat dan waktu yang singkat pula, bahkan saat Anda dalam perjalanan (naik bus atau pesawat, dsb). Meski demikian, bukan berarti kesakralannya hilang begitu saja. Asalkan Anda melakukan meditasi dengan cara yang benar, Anda tetap dapat mencapai manfaat meditasi yang berkualitas.



Cara Melakukan Meditasi
Terdapat banyak tipe meditasi, namun ada dua yang paling umum yaitu meditasi kesadaran dan meditasi konsentrasi. Dalam meditasi kesadaran, pelakunya mencoba menyadari segala sesuatu yang memasuki panca indera tanpa bereaksi terhadapnya. Sedangkan meditasi konsentrasi bertujuan untuk mempertahankan fokus kepada hal tertentu, misalnya nafas.

Meditasi Kesadaran

Gagasan dari meditasi kesadaran adalah untuk mempertahankan kewaspadaan. Intinya dilakukan dengan mengawasi dan mengamati dengan seksama beragam pengalaman dari pikiran Anda: pikiran, emosi, dan sensasi tubuh. Dan bukan berfokus hanya pada salah satunya. Pelaku meditasi yang mengembangkan keahlian meditasi ini menyadari bahwa mereka semakin mudah mengelola emosi dalam kehidupan sehari-hari. Dan, semakin sering Anda berlatih meditasi, semakin dalam perubahan yang Anda rasakan.

Meditasi Konsentrasi

Duduklah di kursi atau sofa dengan punggung tegak lurus dan kedua tangan di atas pangkuan. Tutup kedua mata, kemudian sobalah berkonsentrasi pada objek pilihan Anda. Misalnya nafas, atau lebih spesifiknya, sensasi ketika nafas Anda keluar dari mulut atau lubang hidung. Lakukan selama beberapa saat. Mungkin pikiran Anda akan melantur, merasakan gatal di rambut, atau ingat harus mengangkat jemuran atau menelpon teman… . Kembalikan pikiran pada mencermati sensasi nafas. Lama kelamaan, hal itu akan melatih pikiran Anda dalam tiga keahlian: (1) waspada terhadap pengalih; (2) ‘melepaskan’ pengalih itu, dan (3) kembali ke objek meditasi. Dampaknya, Anda akan merasa semakin mudah untuk tetap fokus.

Jika memungkinkan, ada baiknya Anda mengikuti saran berikut agar lebih mudah dan nyaman dalam bermeditasi:

Gunakan pakaian yang longgar dan enak dipakai
Badan dalam keadaan bersih
Tentukan waktu dan tempat khusus untuk bermeditasi, misal 15 menit di pagi hari, di kamar
Mulailah dengan doa, apapun agama Anda. Pada dasarnya, meditasi menjernihkan jalur komunikasi seorang makhluk dengan Zat Yang Maha Tinggi (Tuhan)
Bagi pemula, saat kehilangan konsentrasi pikiran, Anda dapat membayangkan bahwa pada saat menarik nafas, Anda menarik suatu energi yang berwarna putih, bening dan bersih. Saat menghembuskan nafas, bayangkan suatu energi berwarna kehitaman dan kotor keluar dari tubuh Anda, bersama segala macam kotoran dan penyakit.



Meditasi Lintas Agama
Pemeluk agama Hindu dan Budha mungkin lebih akrab dengan ritual meditasi. Namun baru-baru ini Ustadz Abu Sangkan menyatakan bahwa Islam pun mengenal meditasi dalam bentuk shalat seperti ditulis dalam bukunya (Pelatihan Shalat Khusyu’: Shalat sebagai meditasi tertinggi dalam Islam. Abu Sangkan.2007. Yay.Shalat Khusyu’).


http://infopsikologi.com

Shalat Khusyu: Shalat sebagai meditasi tertinggi dalam Islam


Disarikan dari berbagai sumber oleh Budi Nugroho

Pendahuluan

Ada satu hal keunikan dari buku karya Abu Sangkan yaitu diadakan juga pelatihan shalat Khusyu, baik yang sifatnya gratis maupun pelatihan bernilai jutaan karena diselenggarakan di hotel untuk membidik segmen pasar tertentu.

Sebenarnya bukan masalah buku shalat Khusyu yang terjual sangat laris ini disebabkan isinya sangat bagus, sebab banyak juga buku-buku keagamaan maupun umum yang juga sangat bagus dan terjual sangat laris.

Yang menarik adalah diadakannya pelatihan, terutama pelatihan shalat Khusyu dengan biaya sangat mahal yaitu diatas satu juta rupiah, walaupun juga ada yang sifatnya gratis.

Mengapa ini menarik, sebab selama ini kita sudah banyak mengikuti kursus marketing, ISO, sumber daya manusia, manajemen stratejik, keuangan, ekspor-impor dan beberapa kursus lainnya yang juga mahal dan tidak ada yang mengkritik tentang masalah biaya, tapi ketika ada kursus shalat Khusyu, banyak komentar negatif maupun positif.

Kalau kita lihat bahwa orang yang shalatnya sangat baik disamping mempengaruhi kesehatan, seperti yang di teliti oleh Prof DR. H. Muhammad Shaleh ketika meraih gelar doktornya, juga ada hal yang luar biasa yaitu bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.

Kisah Isra’ dan Mi’raj Rasulullah saw dengan membawa oleh-oleh perintah shalat, bisa menyadarkan kita bahwa selama ini banyak diantara kita sudah mendalami dan kursus aneka keilmuan, namun belum sungguh-sungguh mengikuti kajian dan praktek yang dapat meningkatkan shalat Khusyu kita.

Makalah ini membahas kandungan buku Pelatihan Shalat Khusyu’: Shalat sebagai meditasi tertinggi dalam Islam, karya Abu Sangkan. Sebenarnya bukan kapasitas saya untuk membahas materi yang menurut saya sangat berat ini, mengingat keterbatasan ilmu dan wawasan yang saya miliki. Sedangkan masalah sholat yang khusyu’ lebih merupakan pengalaman ruhani dari setiap individu. Bisa jadi baru sebagian kecil materi yang dapat saya sarikan dari buku yang menjadi best seller tersebut. Oleh karena ini dengan segala kerendahan hati, mohon saya dibukakan pintu maaf atas segala kekurangan dalam penyampaiannya, tidak lupa mohon koreksi bila ada kesalahan kalimat maupun pengutipan ayat Quran dan hadits.

Shalat khusyu’ itu mudah dan sangat nikmat

Satu prinsip utama dalam kiat buku itu adalah, jangan ‘mencari’ khusyu’, cukup siapkan diri untuk ‘menerima’ khusyu’ itu, karena khusyu’ bukan kita ciptakan tapi ‘diberi langsung’ oleh Allah sebagai hadiah nikmat kita menemui-Nya.

Bersikap rileks menyiapkan diri kita untuk siap ‘menerima’ karunia khusyu’, karena khusyu’ itu diberi bukan kita ciptakan.

Kepala hingga pinggang dikendorkan, jatuh laksana kain basah yang dipegang ujungnya dari atas. Berat badan mengumpul di kaki yang kemudian serasa keluar akarnya, mengakar ke bumi. Berdiri santai, senyaman kita berdiri. Abu Sangkan menggambarkan laksana pohon cemara, meluruh atasnya, kokoh akarnya sehingga luwes tertiup angin namun tak roboh.

Lalu mulai bertakbir, Allahu Akbar, dan selanjutnya membaca dengan pelan-pelan, meresapi kesendirian dan berusaha menangkap kehadiran Tuhan yang sesungguhnya amat dekat dengan kita, namun kita tumpul untuk merasakannya. Kita sedang menemuiNya sekarang. Kita, ruh kita tepatnya. Badan fisik ini hanyalah alat yang mengantar ruh ini berjumpa kembali dengan yang dicintainya, ialah Allah yang meniupkan ruh ini dahulu ke dalam badan fisik.

Pernahkah kita sholat di belakang imam yang ‘ngebut’ sholatnya? Jawabannya bisa jadi pernah, dan apa yang kita rasakan? Mungkin saja kita kesal. Baru mau selesai Al Fatihah, eh dia sudah ruku’, mau ruku’ eh dia sudah berdiri I’tidal, dan seterusnya. Kita kesal karena irama kecepatan sholat dengan imam berbeda.

Ternyata demikian halnya dengan sholat kita sendiri. Ketika kita sholat, selain badan fisik kita ini sholat pula ruh kita. Ruh inilah yang benar-benar ingin sholat -kembali menemui Tuhannya- sementara badan fisik ini sarana kita mengantarnya dengan gerakan dan bacaan. Ruh kita ini sesungguhnya ingin sholat dengan tenang, santai, tuma’ninah. Sayangnya badan kita ‘ngebut’, jadilah ruh kita itu jengkel sejengkel-jengkelnya karena selalu ketinggalan gerakan badan. Maka tips sederhana dari buku itu adalah jika ruku’, tunggu, tunggu hingga ruh ikut mantap dalam ruku’ itu. Saat I’tidal, tunggu, tunggu hingga ruh mu ikut mantap I’tidal. Demikian pula saat sujud, duduk antara dua sujud, juga duduk tasyahud. Tunggu, tunggu hingga ruhmu ikut sujud, ikut duduk, ikut tasyahud.

Berikan kesempatan ruh kita -sebut saja “aku” yang sejati- untuk mengambil sikap sholatnya. Dia agak lamban, namun sholat ini utamanya untuk ‘aku” kita itu, bukan untuk badan fisik kita.

Esensi sholat adalah doa, berdialog dengan Allah secara langsung.

Kita sebenarnya diberi kesempatan untuk mengadu. Kita adukan semua persoalan kita kepada Allah. Kita adukan semua kebingungan kita, pekerjaan, rizki, kesehatan, cinta, dan semua apapun. Kita mengadu, dan kita pasrah menunggu dijawab. Dan pasti Allah menjawabnya langsung. Ruh bisa merasakannya, namun kalau dia dipaksa tertinggal-tinggal oleh gerakan badan, maka dia tidak sempat menikmati pertemuan dengan Allah itu.

Shalat, Titik Awal Menuju Kebangkitan

Shalat tak sekadar hubungan pribadi antara manusia dan Allah. Shalat mengandung dimensi yang sangat luas. Shalat yang khusyuk tak hanya mendekatkan hubungan manusia dengan Tuhan, tapi juga dapat menjadi daya dorong untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat yang tertib, saling menolong, senang bekerja keras, dan saling mengingatkan di dalam kebaikan.

Sedikit Pemikiran Tentang Khusyu’

Khusyu’ dalam shalat adalah impian setiap Muslim.  Keadaan semacam ini telah banyak diceritakan dalam kisah-kisah inspiratif dari masa lampau yang mengundang decak kagum.  Sebutlah misalnya tentang seorang sahabat Rasulullah saw. yang tubuhnya tertembus panah, kemudian ia minta agar panah tersebut dicabut ketika ia sedang shalat saja.  Ketika anak panah itu dicabut, ia seolah tidak merasakan sakit sama sekali lantaran khusyu’ dalam shalatnya.

Gerangan kondisi semacam apakah khusyu’ itu sebenarnya?  Apakah khusyu’ itu berarti tidak memikirkan apa pun selain shalat?  Apakah kita seharusnya tidak mempedulikan hal-hal duniawi ketika shalat?

Anggapan bahwa orang yang shalat dengan khusyu’ hanya memfokuskan pikirannya pada satu kegiatan (yaitu shalat) agaknya malah terbantahkan dengan berbagai teladan yang dilakukan sendiri oleh Rasulullah saw.  Beliau bahkan pernah melakukan shalat sambil mengasuh anaknya.  Ketika berdiri, anak itu digendongnya, dan ketika ruku’ atau sujud, anak itu pun diturunkannya.  Tentu saja hal ini menunjukkan bahwa beliau telah membagi pikirannya ketika shalat.  Di lain pihak, kita tidak mungkin menuduh Rasulullah saw. telah melaksanakan shalat dengan tidak khusyu’.  Kalau beliau saja tidak khusyu’, lalu siapa yang bisa melakukannya?

Di lain kesempatan, Rasulullah saw. juga pernah mempersingkat shalat berjamaah yang dipimpinnya karena mendengar tangisan seorang anak.  Beliau mempersingkat shalat karena sadar bahwa sang ibu pastilah merasa khawatir karena mendengar tangisan anaknya.  Artinya, beliau sempat berpikir dan membuat keputusan penting ketika sedang melakukan shalat.  Sekali lagi, Rasulullah saw. adalah contoh terbaik dalam hal shalat khusyu’.  Hal ini tidak bisa dibantah oleh siapa pun.

Jadi, bagaimanakah khusyu’ itu sebenarnya?

Memusatkan pikiran kepada satu hal dalam shalat agaknya tidaklah dimungkinkan.  Shalat itu sendiri terdiri dari berbagai gerakan dan bacaan.  Kita harus mengendalikan ucapan kita, membaca doa-doa dan ayat-ayat Al-Qur’an menurut aturan tertentu, dan hal itu pasti menuntut pembagian konsentrasi.  Demikian pula pengaturan gerakan pastilah memerlukan kesadaran yang cukup.  Jika kita melepaskan kesadaran dalam segala hal, maka barangkali shalat kita akan tampak seperti tari-tarian orang yang menelan ekstasi atau orang yang sedang kesurupan.  Tapi shalat tidak seperti demikian.  Shalat adalah rangkaian perbuatan yang dilakukan secara teratur dengan penuh kesadaran.

Dan mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat.  Dan sesungguhnya shalat itu berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.  (Yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menjumpai Rabb mereka dan sesungguhnya mereka akan kembali kepada-Nya.  (Q.S. al-Baqarah [2] : 45 – 46)

Allah SWT sendiri mengatakan bahwa shalat itu berat (yang artinya memang seharusnya kita merasa bahwa shalat itu adalah suatu ibadah yang cukup kompleks).  Pada ayat ke-45 di atas, Allah menegaskan bahwa hanya orang-orang yang khusyu’ sajalah yang bisa mendapatkan manfaat terbesar dalam shalat.  Ayat selanjutnya memberi kita informasi yang kita butuhkan untuk memahami makna khusyu’ yang sebenarnya.

Cukup sederhana, ternyata.  Mereka yang khusyu’ ditandai oleh sebuah sifat : yakin bahwa dirinya akan menjumpai Allah (dalam shalat) dan suatu hari nanti akan kembali kepada-Nya.  Sederhana, tapi bukan perkara yang mudah.

Hal ini kemudian membawa kita pada berbagai konsekuensi.  Barangkali perlu dibuat berjilid-jilid buku untuk menjabarkan keseluruhan konsekuensi dari khusyu’ tersebut.  Yang jelas, mereka yang khusyu’ ditandai oleh sikap khidmatnya yang luar biasa ketika sedang melaksanakan shalat, karena mereka yakin bahwa mereka tengah ‘berjumpa’ dengan Rabb-nya, yaitu Dzat yang memiliki dirinya dan menjadi satu-satunya tempat kembali untuknya kelak.  Tentu saja masih banyak sikap lainnya yang akan muncul di luar shalat sebagai konsekuensi dari keyakinan ini, namun itu masalah lain lagi.

Sekarang kita telah memiliki sedikit gambaran mengenai sikap khusyu’ dalam shalat.  Konkretnya, kita harus meyakini bahwa ketika shalat kita sedang menghadap Allah SWT, bukan yang lain.  Dengan demikian, kita harus mengatur setiap ucapan dan gerakan kita.

Sebagai perbandingan, anggaplah Anda sedang berbincang-bincang dengan seorang ulama yang paling Anda hormati.  Bagaimanakah sikap Anda?  Tentu Anda akan mengatur ucapan Anda, khawatir kalau-kalau Anda akan memberikan kesan buruk di hadapannya.  Setiap kata yang mengalir dari mulut akan dipilih baik-baik dan diusahakan terucap dengan sejelas mungkin.  Tidak terburu-buru, tapi juga tidak terlalu lambat.

Bagaimana dengan bahasa tubuh Anda?  Tentu saja Anda tidak akan bergerak serampangan.  Anda tidak akan mengobrol dengannya sekedar basa-basi.  Anda tentu akan berbincang-bincang dengan sangat serius dan tidak membuat gerakan yang tidak perlu.  Anda tidak akan menggaruk-garuk ketiak di hadapan seseorang yang amat dihormati, bukan?

Sekarang refleksikanlah sikap tersebut dengan shalat Anda!  Tentu saja Allah SWT jauh lebih mulia daripada ulama mana pun, bahkan Dia-lah Yang Maha Mulia, tidak ada bandingannya dengan apa pun.  Jika kita mengatur ucapan dan gerak-gerik kita di hadapan seorang ulama, lebih-lebih lagi di hadapan Allah!

Kita berdiri tegak untuk shalat dengan postur yang sempurna layaknya prajurit yang akan melaksanakan upacara bendera.  Kita bersiap untuk melakukan sesuatu yang amat formal.  Ketika akan bertemu Allah SWT, tentu saja kita dituntut untuk mengatur sikap.  Kita menundukkan wajah kita, menatap ke arah sujud karena rasa takut dan khidmat kepada Allah.  Kehadiran-Nya bisa dirasakan di seluruh ruangan, bahkan seluruh alam berkhidmat kepada-Nya.

Kemudian mulailah kita mengangkat tangan untuk takbiratul ihram.  Tidak perlu terburu-buru, tidak perlu dilambat-lambatkan.  Gunakanlah waktu secukupnya untuk tetap merasakan kehadiran-Nya.  Setelah itu, mulailah membaca surah Al-Fatihah dan seterusnya dengan tertib.  Tidak boleh ada kata yang salah terucap, huruf yang tidak jelas makhraj-nya, kalimat yang tidak jelas maknanya, bacaan yang kita tidak mengerti maksudnya, dan penuturannya pun harus terlantun dengan indah bagaikan lagu.  Kita tengah berhadapan dengan Allah.

Setelah selesai membaca Al-Fatihah dan beberapa ayat tambahan, maka kita mulai melakukan ruku’.  Gerakan ini tidak dimulai jika bacaan kita belum selesai.  Sebaliknya, bacaan ruku’ pun tidak dilakukan sebelum kita benar-benar sampai pada posisi akhir ruku’ tersebut.  Segalanya harus tertib dan formal.  Di hadapan kita ada Allah Yang Maha Melihat.

Selanjutnya, setiap gerakan dan bacaan harus dilakukan dengan tertib, tidak saling mengejar dan memburu.  Selesaikan sebuah gerakan, baru membaca doa.  Selesaikan doa, baru melakukan gerakan berikutnya.  Tidak boleh ada overlap dalam sebuah ibadah formal.  Ini tidak main-main.  Demikian seterusnya hingga akhirnya kita mengucapkan salam sebagai tanda selesainya ibadah shalat.  Setiap rukun shalat harus ditunaikan sebaik mungkin, serapi mungkin, dan tertib.

Barangkali sahabat yang tertusuk anak panah tadi juga merasa sakit ketika anak panah itu dicabut dari tubuhnya ketika shalat.  Hanya saja, ia begitu merasa takut di hadapan Allah dan berusaha sedemikian kerasnya untuk bersikap tertib ketika shalat.  Ia tidak berani untuk sekedar mengaduh atau meringis kesakitan.  Ia tahu persis bahwa shalat adalah ibadah yang bukan main-main.  Ini ibadah serius.

http://bud1nugroho.wordpress.com

ISLAMIC MEDITATION EBOOK